blog andria
Kamis, 21 Juni 2012
Perkuat Sistem Perbankan Nasional
"Tidak hanya menjadikan perbankan kuat, OJK juga harus mampu membuat perbankan nasional lebih bisa dipercaya oleh masyarakat," kata Harry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (24/5).
Menurutnya, tanggung jawab sektor perbankan saat ini terus meningkat, terutama menyangkut informasi seputar kesehatan perbankan. Karenanya, dengan adanya OJK, diharapkan perbankan bisa menjaga aksesibelnya agar makin baik.
Politisi dari partai Golkar itu pun memberikan rekomendasi terkait dengan pengawasan perbankan yang akan dilakukan OKJ ke depan nanti.
Hal pertama sebagai rekomendasi untuk OJK adalah harus lebih meningkatkan sistem pengawasan. Peningkatan tersebut menyangkut penguatan sistem operasional, baik dari sisi SDM maupun sistem teknologi informasi yang relevan dengan kondisi perbankan saat ini.
Kedua, dalam menjalankan microprudential perbankan, OJK harus memiliki ketegasan dan komitmen dalam menerapkan asas resiprokal.
"Hal ini sangat penting mengingat Indonesia adalah pasar yang sangat potensial untuk pengembangan usaha di bidang perbankan. Dengan peraturan yang tegas, maka posisi Indonesia dalam hal daya saing akan meningkat dan berpotensi memperkuat nilai rupiah karena unsur spekulasi dapat diredam," ujarnya.
Selain itu, OJK harus memperkuat koordinasi dengan seluruh pihak yang berkaitan dengan bidang perbankan seperti BI dan PPATK. Sinergi antara OJK dengan BI mtlak diperlukan untuk menunjang tugas BI maupun OJK dalam menentukan regulasi seputar bidang perbankan.
Namun, tidak kalah penting adalah penguatan koordinasi antara OJK dan PPATK dalam mengungkap kasus pencucian uang maupun penyimpangan lain di bidang perbankan. (Ant/OL-9)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY akan membina 100 wirausaha dalam Program Wirausaha Baru Bank Indonesia. Seratus peserta yang telah dinyatakan lulus seleksi administrasi tersebut akan diberikan bimbingan gratis selama tiga tahun penuh oleh Business Coaches. “Program ini bertujuan untuk mengubah persepsi mahasiswa dari generasi job seeker menjadi job creator sebagai pengusaha muda yang handal dan mandiri,” ujar Kepala Kantor Perwakilan BI DIY, Mahdi Mahmudy pada Kamis (21/6/2012).
Program ini, lanjutnya, akan menjadi saluran atau tindak lanjut pendidikan kewirausahan di kampus-kampus yang saat ini sudah ada. Selain itu, program ini juga berperan dalam pengembangan kewirausahaan di Indonesia yang pada akhirnya dapat membuka lapangan kerja serta mengurangi pengangguran. “Program ini juga dapat menciptakan pasar bagi industri perbankan karena pengusaha muda adalah calon potensial nasabah bagi bank dan menggerakkan sektor UMKM sebagai pilar dan penggerak perekonomian bangsa," terangnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,59 juta jiwa. Dalam keadaan seperti ini maka masalah pengangguran khususnya yang berpendidikan tinggi akan berdampak negatif terhadap stabilitas sosial dan kemasyarakatan. Kondisi tersebut di atas didukung pula oleh kenyataan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi cenderung lebih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator).
"Kecenderungan tersebut bisa jadi disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini lebih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan, bukan lulusan yang siap menciptakan pekerjaan sehingga aktivitas kewirausahaan atau Entrepreneurial Activity masih relatif rendah," paparnya.
Posisi bulan Januari 2012 dari hasil data BPS jumlah wirausahawan di Indonesia sebanyak 1,56 persen dari jumlah penduduk. Angka ini relatif rendah jika dibandingkan dengan jumlah wirausahawan di negara kawasan Asia lainnya, seperti Thailand dan Singapura, yang komposisinya sudah di atas 4 persen dari jumlah penduduk.
"Maka guna mengembangkan kewirausahaan di kalangan masyarakat sebagai pilar pembangunan ekonomi bangsa, pemerintah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) pada tanggal 2 Februari 2011. Pemerintah berharap jumlah pengusaha di tanah air bisa mencapai 2 persen dari total penduduk atau sekitar 4 juta wirausahawan yang bertujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di tingkat daerah maupun nasional," tuturnya.
Sejalan dengan penjelasan dalam UU BI No.23 tahun 1999 yang menyatakan bahwa kebijakan moneter yang ditempuh diharapkan mampu meletakkan dasar bagi terciptanya perekonomian yang kukuh dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. "Satu upaya untuk meningkatkan kegiatan perekonomian yang berkualitas tersebut, maka dipandang perlu untuk turut serta dalam penciptaan wirausaha baru," tambahnya.
Dalam hal ini BI berupaya melakukan sinergi dengan stakeholders terkait melalui program pengembangan wirausaha. Program tersebut, didasari pula oleh pertimbangan bahwa pengangguran di Indonesia banyak terjadi pada lulusan tingkat pendidikan menengah-tinggi atau Sekolah Menengah Atas, Diploma dan Perguruan Tinggi, yang melahirkan pengangguran intelektual.
Dalam Program Wirausaha Baru Bank Indonesia kali ini, peserta diharuskan memiliki usaha maksimal dua tahun dan berdomisili di DIY untuk program tahun 2012-2014 mendatang. Tahapan pelaksanaan program telah dilakukan seleksi administratif pada11-15 Juni 2012 lalu, kemudian diselenggarakan seminar wirausaha sekaligus pelaksanaan psikotest pada 19 Juni 2012 dan akan dilakukan pelatihan bisnis dalam rangka seleksi business plan pada September 2012 mendatang. Selanjutkan akan ada pendampingan usaha oleh lembaga coaching berpengalaman selama 2013 dan dukungan pengambangan dan promosi usaha hingga 2014. (gya)
BNI kembangkan kerja sama dengan perbankan Jepang
Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan Jepang, Okazaki Shinkin Bank, salah satu credit union terbesar di region Tokai, dengan 97 cabang yang tersebar di wilayah Aichi Perfecture.
Kerja sama ini ditandangani oleh General Manager Internasional BNI Abdullah Firman Wibowo dengan President Okazaki Shinkin Bank Ichiro Ohbayashi di Okazaki, Provinsi Aichi Jepang, Kamis.
Siaran pers BNI yang diterima di Jakarta menyebutkan, kerja sama merupakan salah satu inisiatif BNI untuk memperluas jaringan yang mendukung bisnis perbankan dan transaksi internasional.
"Kerja sama ini merupakan komitmen BNI, sebagai bank nasional di Indonesia yang memiliki jaringan internasional yang paling luas untuk menjembatani dunia dan Indonesia," kata Firman.
Seperti diberitakan BNI adalah satu-satunya bank asal Indonesia yang memiliki cabang berstatus full license branch di Jepang.
Okazaki Shinkin Bank yang berdiri sejak 18 Juli 1924 memiliki nasabah utama perusahan-perusahaan berskala menengah yang bergerak di bidang antara lain manufaktur, machinery, processing, dan precision instruments.
Dengan kerja sama ini, nasabah Okazaki Shinkin Bank yang melakukan investasi di Indonesia akan mendapatkan layanan perbankan dari cabang-cabang BNI di dalam negeri.
Hingga kini, BNI telah menjalin kerja sama dengan 12 bank regional di Jepang, yang semuanya memiliki ratusan perusahaan nasabah yang telah dan akan berinvestasi di Indonesia.
BNI merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia, memiliki 1.841 outlet cabang dan sentra kredit yang tersebar di seluruh Indonesia, dan lima cabang luar negeri di Singapura, Hong Kong, Tokyo, New York dan London, serta perwakilan di beberapa negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara.
(D012/A026)
sumber:
http://www.antaranews.com/berita/314791/bni-kembangkan-kerja-sama-dengan-perbankan-jepang
Peranan Dunia Perbankan
Di masa globalisasi saat ini semakin banyak masyarakat yang membutuhkan lembaga keuangan di dalam kehiduupan sehari-harinya.Seperti yang kita ketahui pada saat ini banyak sekali perbankan yang menawarkan berbagai macam produk dana dan produk jasa untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.Karena dengan pelayanaan terbaik yang diberikan kepada masyarakat,maka semakin banyak masyarakat yang manggunakan produk dana maupun produk jasa bank tersebut.Dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan produk dana maupun produk jasa suatu bank maka akan membuat pendapatan bank tersebut meningkat.
Yang sering kita ketahui banyak masyarakat yang menggunakan salah satu produk dana bank yaitu tabungan.Karena tabungan merupakan produk dana perbankan yang memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penarikan dana di bandingkan dengan produk dana lainnya.Penarikan dana melalui produk tabungan tidak dibatasi waktu dan tempat karena penarikan tabungan dapat di lakukan memlalui ATM tetapi penarikan dana melalui ATM memiliki keterbatasab dalam jumlah dana yang akan ditarik.Walaupun bunga yang ditawarkan untuk produk ini sangat kecil.Tetapi dengan kemudahan yang ada di tawarkan dalam melakukan penarikan banyak masyarakat yang memilih tabungan.
Dan didalam produk jasa banyak masyarakat yang menggunakan jasa transfer.karena kegiatan pengiriman uang antara sesama masyarakat yang berbeda bank maupun yang sama bank setiap saat terjadi.Misalkan di dalam melakukan bisnis apa pun pasti banyak orang menginkan kemudahan dalam melakukan pembayaran.Selain kemudahan yang ingin didapatkan penghematan juga yang ingin masyarakat cari.Seperti penghematan dalam hal waktu,biaya,dan lain-lain.
Maka dari itu masyaratkat saat ini tak mungkin bisa lepas dari dunia perbankan.Karena seluruh aktifitas yang dilakukan pasti berhungan dengan dunia perbankan.
Semakin ketatnya persaingan di dalam dunia perbankan maka bank-bank berlomba-lomba untuk menunjukan pelayanaan terbaiknya kepada masyarakat agar masyarakat mau memberikan kepercayaannya kepada bank tersebut.
Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi Perbankan Indonesia
Filed under: Tugas Kuliah — Tinggalkan Komentar
April 10, 2012
i
Rate This
Quantcast
Pendahuluan
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Pembahasan
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Paket Februari 1991(Paktri)
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan juga semakin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992
Telah disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Paket 29 Mei 1993 (Pakmei).
Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)– atau perimbangan antara modal sendiri dan aset — sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996
Aturan yang terakhir keluar ini yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Kesimpulan
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya
Referensi:
http://androupdate.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-klasifikasi-bank.html
http://www.tempo.co.id/ang/min/01/52/utama3.htm
Perkembangan Perbankan di Indonesia Tahun 1990 sampai sekarang
Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690. Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah, dan juga BPR Syari’ah (BPRS). Dari waktu ke waktu kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial. Perkembangan faktor internal dan external tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia dapat dikelompokan dalam 4 periode. Masing-masing periode mempunyai ciri khusus yang tidak dapat disamakan dengan periode lainnya. Deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000.
Keempat periode itu adalah :
• Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket – paket deregualsi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an.
• Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an.
• Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an.
• Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.
Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR.
Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya.
Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.
Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.
Kondisi Terakhir Perbankan Di Indonesia
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.
Sistem Informasi Perbankan
Sistem Informasi Perbankan
Keberhasilan bank akan sangat ditentukan kualitas kinerja TSI, yang akan terus dikembangkan secara luas untuk memenuhi kepentingan bisnis bank dan nasabahnya. Kecenderungan proses otomatisasi ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, seiring dengan perkembangan perbankan nasional sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary).
LANDASAN TEORI
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mengeluarkan ketentuan mengenai penggunaan Teknologi Sistem Informasi (TSI) oleh bank. Melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/164/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/9/UPPB masing-masing tanggal 31 Maret 1995, diatur prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan manajemen bank dalam TSI baik yang dilakukan oleh bank itu sendiri maupun oleh pihak lain.
PEMBAHASAN
Teknologi Sistem Informasi (TSI) adalah suatu sistem pengolahan data keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan menggunakan sarana komputer, telekomunikasi, dan sarana elektronis lainnya.
Penggunaan TSI adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan kepada masyarakat.
1. Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Sistem Informasi Akuntansi
2. Penggunaan Sistem dan Teknologi Informasi Untuk Usaha Kecil
3. Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan
Yang Berperan Dalam Penggunaan Teknologi Sistem Informasi
1. Dalam Hal Penyelenggaraan TSI Dilakukan Oleh Bank Sendiri :
- Menerapkan Pengendalian Manajemen TSI
- Melaksanakan fungsi AUDIT INTERN TSI
- Memiliki alat monitor
- Menerapkan prinsip2 sistem pengawasan dan pengamanan
- Memiliki Disaster Recovery Plan (DRP)
2. Dalam Hal Penyelenggaraan TSI Dilakukan Oleh Pihak Ketiga :
- Memastikan semua hal pada butir III.1 dipenuhi oleh pihak penyelenggara jasa TSI
- Melakukan evaluasi secara berkala atas kehandalan penyelenggara jasa TSI
- Membuat perjanjian tertulis
- Menyampaikan laporan kepada BI
Perkembangan teknologi komputer di Perbankan
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
- Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
- Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
- Penggunaan Database di bank – bank.
- Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan komputer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
Kriteria pemilihan teknologi perangkat lunak perbankan
Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.
sumber:
DAFTAR PUSTAKA - http://niaflowersshine.blogspot.com/2011/05/teknologi-sistem-informastsi-perbankan.html
- http://meyhero.wordpress.com/2012/03/11/teknologi-sistem-informasi/
-
Langganan:
Postingan (Atom)